Dilihat dari judul tulisan ini "Patah Satu Tumbuh Seribu" menggambarkan bahwa jika kita gagal pasti ada kesempatan lain di luar sana. Rasanya luar biasa sedih waktu kita menghadapi kenyataan bahwa kita gagal sebelum berperang. Padahal mungkin baru mencoba mengisi amunisi senjata untuk melawan musuh, ternyata amunisinya salah atau senjatanya tidak cukup mampu menghadapi perang yang ternyata sangat sulit.
Persoalannya terkadang kita menyesal kenapa tidak jauh hari mempersiapkan segala keperluan perang yang kita tahu akan berat. Tapi ya sudah mungkin memang kita tidak mampu menghadapi perang tersebut.
Adakalanya dalam kehidupan nyata kita seringkali menemukan hal seperti ini. Saya baru saja mengalaminya. Di kala sedang semangat mempersiapkan aplikasi beasiswa S2 Research Monbukagakusho ke Jepang, justru nilai TOEFL saya anjlok. Sebenarnya saya sudah prediksi, mungkin saya belum mampu menghasilkan nilai melebihi 550, atau maksimal 550 pas. Tapi saya punya tekad kuat untuk terus mencoba meskipun saya tahu persiapan saya menghadapi tes TOEFL kemarin masih kurang.
Awal mengetahui ada pembukaan lamaran beasiswa Kedutaan Besar Jepang atau yang sering disebut Monbukagakusho (Monbusho) dari teman saya, saya langsung tertarik dan bersemangat. Sudah bertahun-tahun saya menunggu kesempatan setahun sekali ini muncul di depan saya. Ketika kesempatan itu datang, saya bertekad akan mempersiapkannya dengan matang. Namun di setiap awal usaha pasti ada saja kendalanya. Setelah lihat pengumumannya di website, saya sempat kaget ternyata kesempatan saya hanya 1 bulan untuk mempersiapkan diri. Bahkan mungkin hanya kurang dari 1 bulan. Padahal saya tahu saya belum tes TOEFL. Saya hanya mengikuti prediction test bulan lalu, dan hasilnya tidak dapat digunakan untuk melamar. Dengan demikian, tentu saja saya harus mendaftar untuk ujian TOEFL ITP.
Tantangan lainnya justru lebih sulit dari yang saya bayangkan. Nilai TOEFL ITP yang dimintakan harus minimal 550. Tentu saja ini sangat sulit.... sulit sekali. Kadang saya berpikir mampukah saya bisa menembus nilai itu, padahal hasil prediction test kemarin saja baru mencapai 530. Ah..... sungguh tantangan luar biasa. Di samping itu saya hampir tidak kebagian kuota tes untuk jadwal yang saya inginkan. Benar-benar cobaan berat di awal. Tapi bukan saya kalau gugur begitu saja. Saya tetap mengoptimalkan waktu memanfaatkannya untuk belajar dan latihan. Saya sampai rela sehari bolos kerja untuk belajar. Tapi memang usaha saya jelas sekali belum maksimal. Seharusnya dari 3 bulan yang lalu saya sudah rajin latihan tapi justru hanya seminggu. Dan seringkali saya tidak sempat belajar sepulang kantor karena terlalu lelah.
Ketika menghadapi tes, cobaan lain datang. Pertanyaan yang disodorkan menurut saya sulit sekali. Selama beberapa kali saya pernah mengikuti tes TOEFL, tidak pernah sesulit ini. Mulai dari listening, structure, sampai reading semuanya sulit. Ahhhh...... di sela-sela ujian saya saja hampir tidak yakin bisa lolos ke angka 550, bahkan mungkin bisa nembus angka 500 saja sudah alhamdulillah. Selesai ujian, saya hanya bisa pasrah dan berharap semua bayangan-bayangan tadi tidak terjadi.
Seminggu menunggu hasil rasanya seperti setahun. Lama sekali.... Saya belum berani mempersiapkan hal lain seperti foto 4,5 cm x 3,5 cm, karena saya harus menunggu hasilnya dulu. Padahal kalaupun lolos, saya harus cepat mempersiapkannya, karena jarak waktu dari keluarnya hasil sampai batas waktu pengumpulan berkas sangat singkat, hanya seminggu.
Kemarin hari penantian itu tiba. Ternyata Tuhan belum meridhoi usahaku untuk bisa belajar di Jepang melalui beasiswa itu. Gugur sudah usahaku untuk melamar. Sedih rasanya. Tapi saya sudah berusaha tegar dan pasrah. Sebenarnya saya sudah kurang yakin dengan hasilnya. Sesaat sebelum mengambil hasil, saya sempat beberapa kali mencari tahu universitas di Jepang yang memiliki program kuliah Kesehatan Masyarakat. Tetapi dari hasil penelusuran, saya tidak berhasil menemukan. Saya agak tidak puas, kenapa lebih banyak aplikasi ilmu kesehatan komunitas di Jepang bergerak di bidang klinis. Saya sudah takut saja apa saya bisa mengambil jurusan tersebut di sana.
Sekarang perasaan saya sudah lega. Penantian itu sudah berakhir. Mungkin Tuhan tahu, tidak mungkin bagi saya untuk mempersiapkannya hanya dalam waktu sebulan. Meskipun saya sedih sekali, saya gagal bisa mewujudkan impian belajar di Jepang. Sebenarnya masih ada kesempatan saya untuk mencoba jalur lain dan beasiswa lain. Tapi semoga Tuhan memberikan jalan terbaik buat saya apapun itu. Amin ya rabbal 'alamin.
* Terima kasih untuk teman-teman yang sudah mendo'akan dan memberikan semangat! Perjuangan yang saya tempuh belum selesai. Masih ada semangat lain untuk mencoba yang lain.
No comments:
Post a Comment