Sumber: http://nytimes.com |
"If you're committed to somebody, you won't allow yourself to look for perfection to someone else." - Nick Vaughan
"Sometimes you have to just make the choice and jump." - Brooke Dalton
Kutipan di atas adalah quote yang paling mengena di saya saat menonton film, Before We Go, film yang disutradarai oleh salah satu aktor Hollywood terkenal, Chris Evans. Yup, the actor is actually the director of the movie. How cool is that? Saya kebetulan menonton film ini di pesawat ketika sedang dalam perjalanan kembali dari Jepang. Karena penasaran dengan judulnya, akhirnya di 3 jam sisa perjalanan saya ke Jakarta, saya memilih film bergenre romansa ini. Agak aneh juga saat tahu bahwa pemainnya adalah Chris Evans, aktor yang biasanya bermain dalam film action dan superhero. Film yang tayang perdana tahun 2015 lalu ini hanya dibintangi oleh dua pemain utama, yaitu Chris Evans dan Alice Eve. Selebihnya, adalah pemain pembantu yang hanya muncul beberapa kali dalam keseluruhan scene.
Pada film Before We Go ini, Chris Evans membintangi tokoh Nick Vaughan, seorang pemusik jalanan yang secara tidak sengaja bertemu dengan Brooke Dalton (Alice Eve) di sebuah stasiun kereta di kota New York. Before We Go sendiri menawarkan sebuah kisah romansa sederhana, yang tidak jauh dari cerita cinta konvensional antara laki-laki dan perempuan. Namun, konsepnya menurut saya menarik, karena film ini dipenuhi scene jalan-jalan dan obrolan sepanjang malam antar kedua pemeran utamanya. Kedengarannya memang membosankan, tapi setelah saya tonton sampai selesai, ada banyak pelajaran hidup yang bisa dipetik dari kisah Nick dan Brooke ini - arti sebuah komitmen. Penasaran tentang kisahnya? Jadi, begini sinopsisnya...
Pada sebuah malam, Nick Vaughan seperti biasa memainkan terumpetnya di hall sebuah stasiun kereta di New York. Namun tiba-tiba dia bertemu secara tidak sengaja dengan Brooke Dalton pada saat wanita tersebut menjatuhkan ponsel di depannya ketika hendak mengejar kereta terakhir ke Boston. Sayangnya, Brooke kurang beruntung dan harus tertinggal kereta. Di sisi lain, dia juga baru saja mengalami kesialan karena tasnya telah dicopet oleh seseorang di bar. Merasa iba dengan kemalangan yang menimpa Brooke, Nick kemudian menawarkan diri untuk membantu Brooke agar bisa kembali ke rumahnya di Boston. Masalahnya, Nick sendiri sebenarnya tidak bisa banyak membantu. Dia menawarkan diri membayarkan taksi untuk Brooke agar bisa sampai ke Boston namun uang yang ada di dompetnya tinggal $40 dan dua kartu kreditnya sudah melewati batas. Nick kemudian mencoba menghubungi temannya agar datang meminjamkan uang namun baterai ponselnya sudah habis. Nick juga menawarkan Brooke agar menginap semalam di hotel, tapi wanita itu tetap bersikeras untuk pulang ke rumah sebelum pagi hari. Usaha Nick untuk membantu Brooke tetap dilanjutkan dengan menemani Brooke mencari tasnya yang telah hilang. Tapi usaha Nick pun tetap sia-sia, malah berakhir dengan memar di wajahnya akibat pukulan para preman.
Yang kemudian bisa dilakukan Nick hanya membantu Brooke melewati malam dan menemaninya sembari berbincang tentang banyak hal, mulai dari pekerjaan hingga masalah percintaan. Dari perbincangan tersebut, akhirnya diketahui bahwa Brooke telah menikah dan dia tengah menghadapi masalah dalam pernikahannya. Dia menceritakan pada Nick bahwa suaminya telah lama berselingkuh dan dia mengetahui perselingkuhan tersebut. Frustasi, Brooke lantas pergi ke New York pada saat suaminya tidak berada di rumah. Dia pun hendak meninggalkan surat kepada sang suami yang berisi keinginannya untuk mengakhiri pernikahan, namun surat tersebut masih dia titipkan pada seorang temannya di Boston. Menyadari akan kesalahannya, melalui telepon sang suami akhirnya meminta Brooke untuk rujuk kembali. Oleh sebab itu, Brooke bersikeras harus berada di Boston esok paginya agar bisa bertemu dengan sang suami. Namun, pada kenyataannya, dia justru terjebak di New York semalaman bersama orang yang tak dikenalnya, yaitu Nick tanpa pernah menyangka bahwa perlahan benih-benih asmara mulai tumbuh di antara mereka.
Sementara itu, Nick ternyata memiliki masalah percintaannya sendiri. Nick selama ini masih memendam perasaan cinta terhadap mantan kekasihnya, Hannah, yang tak disangka-sangka ditemuinya dalam acara resepsi pernikahan teman sahabatnya yang dia datangi malam itu. Maksud kedatangan mereka sebenarnya adalah untuk meminjam uang pada teman Nick yang hadir saat itu, namun Nick justru tenggelam dalam kegalauan cinta masa lalunya setelah bertemu kembali dengan Hannah. Setelah dibujuk oleh Brooke, Nick kemudian memberanikan diri menyatakan cintanya yang masih terpendam selama 6 tahun kepada Hannah. Namun, sayangnya, Hannah sudah menikah dan tengah hamil. Kesempatan Nick pun kandas. Nick akhirnya kembali melewati malam bersama Brooke. Mereka mencari cara agar bisa menghubungi teman Brooke untuk memberitahukannya agar dia tidak menyerahkan surat yang Brooke tinggalkan untuk sang suami. Permasalahan Brooke pun teratasi setelah mendatangi seorang cenayang dan dia berhasil menghubungi temannya tersebut. Namun, kemudian mereka justru tenggelam dalam perasaan cinta yang tak terduga. Hingga pada akhirnya Brooke menyadari akan cintanya pada sang suami dan memutuskan untuk tidak membiarkan dirinya mencintai Nick terlalu dalam. Mereka pun berpisah keesokan paginya dan Brooke meninggalkan kecupan terakhirnya pada Nick.
Kisah Nick dan Brooke di atas somehow seperti kisah cinlok yang kerap terjadi di sekeliling kita, tapi yang namanya komitmen tetap nggak bisa ditawar. Meskipun jika dilihat dari endingnya, mereka berdua sebenarnya berharap bisa kembali melewati mesin waktu dan bisa bersama selamanya. Well, film ini reviewnya cukup beragam. Overall, film ini dinilai terlalu lemah dalam hal penciptaan emosi dan karakter pemainnya. Namun, bagi saya, film yang kisahnya simpel semacam ini secara tidak langsung telah memperlihatkan saya tentang sebuah proses kehidupan, yaitu tentang bagaimana mempertahankan komitmen terhadap pasangan. Ya, masalah itu selalu ada dan godaan akan selalu datang. Tapi orang yang bertahan tentunya akan selalu jadi pemenang.
Hmm... Seandainya saya yang jadi sutradaranya, apakah mereka berdua justru berjodoh? Bisa jadi...
No comments:
Post a Comment